Umur dua tahun adalah salah satu periode terpenting dalam pertumbuhan anak, termasuk K. Banyak hal positif yang tumbuh di usia ini, tapi tak sedikit juga hal yang mungkin membuat orang tuanya kesal mulai terjadi.

Begitu juga K.

Di umurnya sekarang, 28 bulan, dia sudah semakin pintar. Kosakatanya mulai banyak, kemampuannya untuk mengerti saya dan ibunya juga semakin berkembang, aktivitas fisiknya juga mulai terlatih dan masih ada hal baik lainnya.

Di sisi sebaliknya, seiring perkembangan kecerdasannya, K juga mulai sering membantah. Juga minta yang aneh-aneh.

Tak jarang kelakuan K itu membuat saya kesal. Misalnya, tidak mau makan atau tidak mau tidur padahal sudah waktunya. Atau meminta sesuatu yang tak sesuai dengan kemauan saya atau ibunya.

Pernah suatu kali saya marah besar karena K tak mau saya pakaikan pakaian setelah mandi. Kemarahan yang akhirnya cuma membuat saya menyesal karena tak mampu mengontrol amarah saat menindaknya.

Sejak kejadian itu, yang saya lakukan pertama kali setiap K berulah adalah mengingat kembali bahwa mungkin ada alasan yang logis mengapa dia melakukan itu. Tapi dia belum mampu menyampaikan alasan itu secara spesifik.

Misalnya, saat K tak mau makan, padahal sudah waktunya makan siang. Selalu ada alasan kenapa dia melakukan itu. Salah satunya adalah ternyata saat jam makannya itu, K merasa mulas dan ingin pup. Terbukti setelah “urusan” itu selesai, dia kemudian makan.

Atau di kejadian lain, yang belum lama terjadi, saat K minta ditemani menonton televisi padahal malam sudah semakin larut. Rengekannya berubah menjadi tangis histeris saat saya dan ibunya teguh menolak permintaannya.

Dulu menghadapi suasana demikian, kemungkinan besar saya akan memarahi K dengan amarah yang meluap. Tapi kemudian saya berpikir, apa alasan yang menyebabkan K minta menonton televisi selarut itu.

Setelah dipikir-pikir, kemungkinan penyebabnya ada dua. Pertama, mungkin K belum mengantuk karena kami tidak disiplin untuk membuatnya tidur siang tepat waktu. Kedua, saya pernah mengizinkannya menonton televisi larut malam agar dia tak rewel.

Dari hal itu, saya bisa menahan marah. Sebab K tidak sepenuhnya bersalah, justru kami turut menjadi penyebab K minta menonton midnight. Akhirnya saya bisa berpikir logis sebelum mengambil pilihan tindakan untuk K.

Tentu tak setiap ulahnya disertai alasan yang logis bagi kami. Tapi namanya bocah, hal tak logis sekalipun bisa jadi alasan. Justru kita sebagai pihak yang cakap berpikir dan bertindak harus menemukan alasan logis tersebut.

Misalnya, saat saya meminta K meletakkan sesuatu di kamar seorang diri, dan dia menolaknya karena alasan takut. Katanya, ada orang di kamar, padahal kamarnya kosong. Tentu alasan itu tak logis, tapi saya harus hargai alasan itu.

***

Mungkin apa yang kami lakukan terhadap K bukan cara terbaik dalam menghadapi keonaran yang terjadi. Tapi paling tidak dengan cara itu saya punya waktu yang lebih panjang sebelum amarah menyelimuti pikiran saya, untuk berpikir matang tindakan apa yang harus saya ambil untuk menghadapi K.

Kalaupun saya harus memarahi K, saya jadi lebih mampu mengatur dan menata kemarahan saya sehingga pantas dan wajar untuk kelakuannya. Tidak ada kekerasan verbal atau fisik yang berlebihan.

***

Mumpung tahun baru sebentar lagi datang, maka saya dan istri kemudian sepakat bahwa resolusi tahun baru untuk kami berdua, mungkin bertiga bersama K, adalah untuk disiplin dalam segala hal terhadap diri kami, sehingga K bisa melihat dan meniru sendiri kedisiplinan itu.

Saya pernah baca, cara paling baik mengajari anak adalah dengan memberinya contoh yang konkrit dan berkelanjutan. Termasuk untuk hal-hal kecil, seperti disiplin mengikuti aturan jam bangun pagi dan jam tidur siang.

Mungkin sepele, tapi efeknya bisa luas. Misalnya dengan tidur siang tepat waktu, akan menjaga mood si anak. Juga membuat anak tak kesulitan tidur saat malam. Sehingga tak ada lagi rengekan atau teriakan minta menonton televisi tengah malam.

Tak ada salahnya untuk dicoba. Kerja sama antara saya dan istri mungkin bisa membuat usaha ini lebih mudah.

Semoga Tuhan memberkati usaha kami dan usaha setiap orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

Digiprove sealCopyright secured by Digiprove © 2019 Kayika Pushandaka