Topik mengenai anak pengganggu terpikir saat seseorang bertanya kepada saya di kantor, “K sudah bisa apa?”

Saya menjawab sekenanya, “Sudah bisa bikin bapaknya kesal

Sebenarnya jawaban saya itu tidak serius. Tentu saja!

Tapi setelah saya pikir, mungkin jawaban saya benar adanya. Beberapa kali K membuat saya kesal di rumah.

Mulai dari tingkah lakunya yang tak mau menuruti perkataan saya atau ibunya, memberantakkan mainannya, atau mengganggu saya saat sedang melakukan sesuatu.

Termasuk saat saya sedang main game. Kalau saya terganggu olehnya di saat saya bermain game, saya harus mengalah.

Tapi tunggu dulu!

Benarkah K tipe anak pengganggu?

Awalnya saya berpikir demikian. Apapun yang kami lakukan, K selalu datang untuk mengganggu.

K selalu ingin ikut memencet setiap tombol di laptop saat saya sedang mengerjakan tugas kantor. Ia yang selalu datang saat saya menyelesaikan kegiatan mencuci pakaian.

Dan lain sebagainya.

Tapi setelah saya amati lebih jauh kebiasaannya itu dan karakter K yang lainnya, saya punya sudut pandang yang lain.

Salah satu sifat K adalah tak suka ‘ditinggal’ sendirian. Maksudnya adalah ia seringkali tak nyaman saat orang-orang di sekitarnya sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Pertanyaan yang selalu ia lontarkan saat mulai merasa tak diacuhkan adalah, “Bapak dan ibu lagi ngapain?”

Dari situ saya melihat K sebenarnya tak ingin mengganggu. Ia hanya ingin tahu dan terlibat dalam setiap aktivitas saya atau Becca.

K cuma tidak mau kesepian, tak diajak ‘bermain’.

Maka solusi yang beberapa kali saya jalankan adalah membiarkannya bergabung dalam aktivitas kami. Tentu aktivitas yang aman untuknya.

Misalnya saat saya mencuci pakaian, kalau K tertarik, ia saya libatkan untuk tugas memegangi selang air atau memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci.

Tapi sebatas pakaiannya sendiri yang ukuran dan beratnya paling pas untuknya.

Atau berbagi tugas dengan saya saat mencuci galon air minum yang baru kami beli.

Di waktu lain kami juga memberinya tanggung jawab saat saya atau Becca menyapu dan mengepel.

Tak harus menjadi bagian langsung dari pekerjaan utamanya. Misalnya saat saya menyapu lantai, tugasnya adalah ‘mengamankan’ mainannya agar tak ikut tersapu ke luar rumah.

Tentu ada ‘prosedur’ yang harus ia taati dalam menjalankan ‘tugasnya’, yang kalau ia langgar, maka kami akan ‘memecatnya’.

Misalnya saat ia tak fokus yang mengakibatkan air dari selang malah mengucur kemana-mana, K akan menerima konsekuensinya.

Kadang ia sendiri yang ‘mengundurkan diri’ dari tugasnya bila ia merasa lelah atau pekerjaan itu tak semenarik yang ia lihat dan pikirkan.

“Bapak, ini berat” kadang-kadang begitu yang K bilang saat mendapat tugas yang membuatnya merasa lelah.

Atau, “Bapak, K capek”

Maka ia akan berhenti sendiri.

Tapi tentu ada pekerjaan yang sama sekali tidak aman untuknya, atau tak bisa dibagi tanggung jawabnya kepada anak seumur K, saat ini 35 bulan.

Misalnya mengerjakan tugas kantor di rumah. Tidak ada bagian dari kegiatan itu yang dapat dibantu oleh K, kecuali dengan tetap ‘tidak membantu’.

Solusinya ada dua, salah satu dari saya atau Becca mengalah meninggalkan aktivitas untuk menemani K, atau terpaksa membiarkan K menonton program televisi favoritnya selama beberapa waktu kalau kami berdua sama-sama memiliki tugas yang harus dituntaskan saat itu juga.

***

Saya dan Becca belajar dari hal ini, bahwa kehadiran K di keluarga kami tentu bukan untuk mengganggu apalagi menghambat tugas dan tanggung jawab kami sebagai orang dewasa dan pegawai kantoran yang bekerja di rumah.

Kami masih akan selalu berusaha mengingatkan diri sendiri akan hal itu, bahwa K bukanlah anak pengganggu, meskipun beberapa kali kami gagal dan membuat K kecewa.

Digiprove sealCopyright secured by Digiprove © 2020 Kayika Pushandaka