Anak yang Tak Suka Bergaul
Secara fisik, K sangat mirip ibunya terutama parasnya. Tapi karakternya ternyata banyak turun dari saya.
Salah satu kekurangan saya saat kecil sampai tumbuh remaja adalah tidak pandai bergaul. Lebih tepatnya tidak suka bergaul.
Saya lebih senang menikmati waktu saya sendirian, tanpa ada orang lain. Saya juga merasa tidak butuh bantuan orang lain.
Misalnya, saat di sekolah dulu ada tugas yang harus dikerjakan berkelompok, semua siswa sibuk mencari teman kelompok, kecuali saya. Sebisanya saya kerjakan tugas itu sendirian, baru kemudian saya tawarkan kepada teman-teman yang belum memiliki kelompok untuk bergabung menjadi anggota kelompok setelah tugas itu saya selesaikan.
Tentu definisi sendirian yang saya maksud bukanlah benar-benar tanpa orang lain. Saya punya keluarga, bapak, ibu, dan adik-adik. Juga beberapa orang di luar lingkungan keluarga yang sudah saya kenal sejak saya kecil, sehingga saya sudah cukup merasa nyaman dengan keberadaan mereka.
Begitu juga di sekolah, bukan berarti saya tidak punya teman. Saya tetap berteman, tapi tidak sampai membuat saya menyediakan waktu di luar jam sekolah bersama mereka. Cukup di sekolah saja.
Tapi seiring berjalannya waktu dan umur, saya mulai bisa mengendalikan ego saya dan menerima keadaan bahwa saya tidak bisa selalu sendirian.
Tidak mau memaksa K.
Gambaran saya kecil kembali muncul dalam wujud K. Sejak awal, K cuma mengenal saya, bapaknya, dan Becca, ibunya. Dua orang yang cukup sering mengalah, yang membuat K tumbuh menjadi anak yang cenderung egois dan merasa sangat nyaman dengan keadaan itu.
Kami berusaha mengajak K bertemu anak-anak lainnya di taman (sebelum virus Corona menyerang), tapi K cuma mau bersama kami. K tidak butuh teman.
Saat ada seorang anak mendekatinya, mengajaknya bermain, K akan melengos pergi tanpa pesan dan memilih untuk bermain dengan caranya sendiri. Kadang kami merasa tidak enak kepada anak itu atau orang tuanya.
Saya pernah sekali memaksanya, yang kemudian sangat saya sesali, yaitu dengan sedikit mengancam kalau dia tak mau berbaur, maka saya tidak akan pernah lagi mengajaknya ke taman. Dari jauh saya melihat K mendekati kerumunan anak-anak yang sedang bermain.
Dia berusaha menyapa, tapi respon yang ia terima tidak sesuai harapannya. Anak yang disapanya hanya menoleh sebentar ke arah K, kemudian pergi melanjutkan permainannya.
K kecewa, dan berjalan gontai menuju ke arah saya. Matanya sedikit berair dan suaranya bergetar saat berkata, “Bapak, K mau pulang saja”
Saya merasakan kesedihannya, dipaksa bapaknya dan tidak mendapatkan apa yang ia harapkan. Saya menyesal tindakan saya, meskipun kagum juga dengan usahanya untuk mencoba.
Akhirnya saya mengajaknya pulang dan terus menghiburnya sepanjang perjalanan. Tak lupa saya juga minta maaf kepada K atas kesalahan saya.
Pandemi mempersulit keadaan.
Mungkin K merasa beruntung, pandemi yang tak kunjung pergi membuat kami tidak bisa lagi memaksanya belajar bergaul. Bagaimana pun, physical distancing harus kami terapkan secara ketat saat kami harus berada di luar rumah.
Saat K merasa jenuh berada di dalam rumah, kami akan mengajaknya keluar sebentar. Menuju taman adalah pilihan termudah dan terdekat. Bedanya saat ini, kalau di taman ada anak-anak lain yang juga bermain, kami akan mengawasi K secara ketat agar tidak terlalu dekat dengan anak-anak lainnya.
Jangankan terhadap anak-anak lain yang tidak kami kenal, bahkan dengan sepupunya pun kami terpaksa menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Sejak pandemi berlangsung, K belum pernah lagi bertemu dengan sepupunya yang berada di Jakarta.
Kami akhirnya memilih untuk mendaftarkan K ke sekolah online. Sebenarnya ini ide ibunya dan saya pikir tak ada salahnya, walaupun dengan catatan, kalau K bosan di tengah pelajaran, tidak ada paksaan kepadanya.
Di tengah situasi seperti ini, dimana kami harus lebih banyak berada di dalam rumah, saya akui memang sekolah online menjadi pilihan yang paling mudah untuk memberi alternatif aktivitas yang baik bagi K.
Cara ini juga kami coba untuk melatih K lebih nyaman berinteraksi dengan guru atau teman-teman sekelasnya. Walaupun tidak nyata fisiknya bersama K, tapi interaksinya saya rasa cukup untuk melatih K.
Tapi sekali lagi, saya sendiri tidak ingin memaksa K. Pernah sekali saya melihatnya belajar online, K cuma duduk sebentar dan lebih suka bermain sendiri daripada tetap tenang di depan laptop dan menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana dari gurunya.
Sekalinya menjawab, suaranya pelan sekali, seperti tidak percaya diri. Padahal biasanya suaranya nyaring bila bersama kami.
Tentu butuh proses. Mendidik anak tidak semudah membalikkan telor ceplok di atas panci teflon. Kami juga mencoba cara lain, misalnya dengan menyelipkan pesan-pesan di saat kami menemaninya bermain, tentang pentingnya teman.
Semua cara baik akan kami coba untuk melatihnya bergaul, walaupun dari pengalaman kami, K pada akhirnya akan bisa melakukan banyak hal sendirian, tanpa perlu dilatih apalagi dengan level kedisiplinan tingkat tinggi. Seperti minum ASI dalam botol, menyapih, dan pee atau pup di kloset.
Semoga K suatu saat bisa mengerti bahwa kehadiran teman, walaupun seringkali menjengkelkan, adalah salah satu cara Tuhan mengirimkan berkat-Nya kepada K.

Halo Mas Agung…
Aku setuju kalau lbh baik kita ga perlu memaksa anak untuk bergaul. Apalagi K masih umur 3 thn..
Aku jd bertanya2, apakah karena anak sulung jd dia blm terbiasa sering dg anak sebaya ya? Krna anak pertama ku pun begitu. Beda sama adiknya yg umur segitu suka nyamperin kerumunan anak lain, dicuekin pun ttp aja dia sok asik nimbrung 😆
Halo mas agung, semoga sehat selalu ya sekeluarga.
Kalo aku kadang nyuruh anak bermain keluar rumah sih soalnya kalo di dalam rumah maunya bermain hape terus, kadang dia mau tapi kadang ngga mau. Kalo ngga mau tidak aku paksa sih.
Beda dengan waktu kecil dulu umur 3 tahun, sering nya malah keluar rumah terus sampai kulitnya jadi agak hitam karena sering kena sinar matahari, tapi sejak kenal hape malah malas keluar rumah.😂
Ini saya banget!
Saya tuh kurang suka bergaul sebenarnya, makanya lebih suka milih online.
Ini juga terlihat ketika sakit, saya menolak bantuan teman-teman yang datang, karena saya sejujurnya lebih nyaman ‘merepotkan’ keluarga hehehe.
Tapi anak-anak saya kayaknya mirip papinya.
Si kakak masih mau bergaul, makanya kasian juga pas pandemi ini udah setahunan dikurung.
Si adik juga SKSD betol, meski dikurung, semua yang lewat dia panggil hahaha.
Syaa setuju banget, jangan memaksa anak.
Saya rasa mungkin juga lingkungan berpengaruh, karena pandemi ini, jadinya K di rumah mulu.
Tapi kalau nanti udah sekolah, bisa jadi juga dia akan semangat bergaul 🙂
Unik ya anaknya, berikut juga ayahnya. Mungkin ayahnya bisa belajar lebih banyak lagi mengenai masalah sosialisasi, supaya bisa meminimalisir antisosial. Berlebihan tidak baik, perlu dimodifikasi. Bukan begitu, tidak memaksa tapi mengarahkan ke hal yang lebih baik.
Menambah wawasan bagi orang tua muda.
seperti mirip dengan keponakan aku mas Agung.
Dikit dikit manggil mamanya, di deketin sodara nangis, ga pengen dideketin. Lahh susah juga ya cara mau mendekatinya gimana.
terus, sama mamanya disekolahkan ke TK, bukan sekolah tepatnya, atau bahasa mamanya lebih “dititipkan” hehehe
biar si anak ada kegiatan dan punya banyak temen.
awal-awal ditinggal di sekolah mungkin masih malu-malu, tapi lama-lama udah terbiasa.
hallo Kei.. seiring berjalannya waktu semoga kamu pandai beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan menjadi pribadi yang menyenangkan
Tenang aja mas. Seiring berjalannya waktu dan kelar si corona nanti, K pasti mau bergaul sedikit demi sedikit. Wajarlah anak kecil mungkin ada perasaan takut sama anak2 lainnya hihihi 🙂 Yang penting tanamkan rasa percaya diri dulu 😀
Masalah kita sama mas. Aku sendiri juga ga terlalu suka bergaul dan bener2 milih dulu utk berteman. Bukan sombong, melainkan ga nyaman. Skr udh menikah gini, aku juga ga bisa Deket Ama tetangga. Basa basi, ikut arisan, duuh sekalipun aku ga kepengin ikut
Nah anakku sama nih. Ga ada yg ikut papinya luwes Ama siapa aja. Mereka cendrung kayak aku. Pemalu dan ga suka berbaur. Tapi ada alasan kenapa aku ga mau minta mereka main dengan anak2 tetangga. Krn aku ga mau mereka ketularan suka bicara kasar. Anak2 tetangga ini kalo udh main, suaranya kedengeran Ampe ke rumahku. Dan itu bikin aku shock Krn suka ngucapin sumpah serapah dan makin binatang2 . Ya aku takutlaah anakku ketularan kasar. LBH bgs ga ada temen drpd Keikut bicaranya kasar.
Cuma sesekali aku suka ajakin mereka ketemu sepupu2nya sih. Dan suka main bareng .