Menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh K adalah pekerjaan yang paling penuh tantangan. Selain karena harus dilakukan secara rutin, juga membutuhkan ketelitian karena mencakup juga hal-hal kecil.

Seperti memotong kuku.

Memotong kuku K adalah pekerjaan yang penuh tantangan serta membutuhkan kehati-hatian yang ekstra. Salah sedikit, bisa meleset tergunting kulitnya.

Tantangan yang kami hadapi berbeda-beda bila dilihat dari umur K. Saat ia masih bayi, tantangannya adalah ukuran kukunya yang kecil sekali dan masih cukup lunak kukunya.

Semakin bertumbuh badannya, semakin besar pula ukuran jari tangan dan kakinya, begitu juga kuku-kukunya. Ini memang memudahkan untuk memotong kukunya.

Tapi tantangan selanjutnya adalah K takut dipotong kukunya. Sehingga saya harus memotongnya saat ia tidur. Biasanya saya memotong di akhir pekan, sehingga saya bisa memotong kukunya saat K tidur siang.

Kadang-kadang saya terpaksa memotong kuku K saat ia telah tidur di malam hari. Biasanya karena kami melakukan aktivitas di luar rumah sehingga K tidur siang dalam perjalanan.

Tapi itu dulu, saat belum ada pandemi Corona.

Belakangan, setelah K semakin besar, ia semakin sulit dipotong kukunya saat ia tidur.

Kenapa?

Karena K tipe anak yang tak bisa diam saat tidur. Posisi badannya bisa berputar-putar ke semua penjuru tempat tidur. Mirip ibunya saat kecil.

Bahkan pernah sampai menggelinding ke lantai. Karena itu pula kami memutuskan tidak memakai dipan untuk tempat tidur kami.

Takut K malah bungee jumping tanpa tali pengaman ke lantai.

Maka tantangan selanjutnya adalah, K tak bisa lagi dipotong kukunya saat tidur. Setiap kali satu potongan, dia bergerak.

Tangan yang kukunya sedang saya potong kemudian bisa berada di mana saja. Termasuk di bawah perut atau wajahnya, sehingga tak bisa dipotong lagi kukunya.

***

Sampai di suatu hari, saat K asyik mewarnai dengan crayon kesukaannya, saya menemukan pemandangan yang sangat mengganggu.

Serpihan-serpihan crayon itu masuk ke dalam ujung kukunya. Meriah sih, kuku tangan K jadi berwarna-warni, tapi jorok dan pasti kuku-kuku itu akan mampir ke dalam mulutnya.

Tentu tak mudah membujuknya untuk dipotong kukunya. Sebab dia memang sudah takut melihat alat pemotongnya.

Beberapa kali saya atau Becca menunjukkan bagaimana kami saat memotong kuku kami sendiri. Tentu yang paling penting ditunjukkan adalah bahwa memotong kuku tidaklah menyakitkan.

Akhirnya K mau mencoba. Bukan karena dijamin tak sakit saat dipotong, tapi karena penasaran dengan bunyi ‘tik’ saat kuku dipotong.

Memotong kuku tangannya nampak mudah, walaupun beberapa kali jari tangan K dibikin kaku olehnya sehingga saya sulit memposisikan alat potongnya di posisi yang paling ideal.

Tantangan lain adalah ujung pinggir kuku jempol kaki K agak masuk ke dalam kulit. Sehingga saya harus beberapa kali mencungkilnya lebih dulu sebelum memotongnya.

Pencungkilan itu yang seringkali membuat K tak nyaman, lalu menarik kakinya menjauh dari alat pemotong kuku, kemudian berusaha melarikan diri dari saya.

Harus ekstra sabar.

Meskipun lama dan banyak tantangan, tapi biasanya berakhir bahagia, kuku tangan dan kaki K terpotong rapi tanpa luka.

***

Selain tantangan, ada kenikmatan tersendiri saat memotong kuku K.

Kenikmatan itu adalah apabila K bisa menikmati kukunya dipotong, ia akan merebahkan badannya di pangkuan saya, meletakkan tangan atau kakinya di paha saya, atau kadang saya memotong kukunya dalam posisi memeluknya.

Bisa memeluk bocah laki-laki yang sedang aktifnya bergerak, adalah kenikmatan yang tak bisa dinilai dengan apapun. Selain rutinitas potong kuku, rasanya tak banyak kesempatan bagi saya untuk bisa memeluknya tanpa perlawanan.

Oh iya, berikut ada video K yang bercerita tentang potong kuku. Tonton ya!

Kay Takut Potong Kuku??
Digiprove sealCopyright secured by Digiprove © 2020 Kayika Pushandaka