Sejak beberapa minggu lalu, K selalu terbangun tengah malam, marah-marah dan menangis histeris tanpa sebab yang jelas.

Saya dan Becca selalu ikut terbangun saat K tiba-tiba seperti terjaga dari tidurnya, ia merengek-rengek, memukul dan menendang tanpa alasan yang kami ketahui. Setelah itu ia akan menangis keras dan seringkali kami tidak tahu bagaimana membuatnya tenang kembali. Setelah kami cari tahu, ternyata itu gejala teror malam.

Biasanya itu semua terjadi sekitar pukul dua atau tiga lewat dinihari, saat semua orang sudah lelap dalam tidurnya.

Kami awalnya berpikir, K terbangun karena mimpi buruk. Tapi ada yang berbeda dari gelagatnya, sebab biasanya kalau ia terbangun karena mimpi buruk, akan lebih mudah ditenangkan. Saat ia menangis karena mimpi buruk, itu berarti K sudah terbangun.

Saat itu pula K bisa mendengarkan kata-kata kami, mengerti keberadaan kami dan dirinya yang sudah bebas dari mimpi buruk.

Setelah itu ia akan tenang kembali.

Teror malam itu apa?

Menurut informasi dari beberapa sumber yang saya rangkum, salah satunya dari halodoc, teror malam atau night terror adalah gangguan tidur yang lumrah terjadi pada anak berusia tiga sampai dua belas tahun.

Saat terbangun karena teror malam, K tidak bisa berkomunikasi. Ia tidak mendengarkan apa yang kami bilang. Kadang sentuhan kami untuk menenangkannya dibalas dengan sebuah pukulan atau tendangan ke badan kami.

Setelah beberapa menit “mengamuk” dia akan menangis keras dan tidur kembali seperti tidak terjadi apa-apa.

Jadi ia seperti tidak benar-benar terbangun. Matanya terbuka, ia marah, mengamuk dan menangis, lalu tidur kembali. Seringkali kami tidak perlu melakukan apa-apa.

Ini berbeda dengan mimpi buruk atau nightmare. K bisa merasakan keberadaan kami, kata-kata dan sentuhan kami. Setelah benar-benar sadar, K bisa merespon, minta minum dan kembali tidur.

Katanya teror malam sebenarnya tidak berbahaya, selama orang tua mengawasi anaknya agar tidak menyakiti dirinya sendiri. Kalau K tidak bisa ditenangkan baik dengan kata-kata maupun dengan sentuhan, kami memilih menjaga jarak sambil mengawasi K agar tidak cidera.

Mengapa kami malah menjaga jarak? Sebab K suka memukul dan menendang saat mengalami teror malam. Tentu pukulan atau tendangan itu cukup menyakitkan kami tapi masih bisa kami tahan. Justru kami lebih khawatir K yang cidera.

Tapi sekalipun tidak mengganggu, tentu kejadian yang sering terjadi ini sangat mengganggu kami semua. Walaupun belum nampak pengaruh apa-apa terhadap fisik dan mental K, kami khawatir ini akan mempengaruhi kualitas tidurnya.

Kami juga khawatir tangis K yang keras dapat mengganggu tetangga sekitar karena kami tinggal di apartemen, dimana satu unit rumah dengan yang lainnya tidak berjarak, hanya dibatasi tembok yang tidak cukup meredam tangis K.

Bahkan saya pernah mendengar tangisnya dari dekat lift apartemen yang jaraknya sekitar 15 meter dari pintu unit rumah kami.

Apa penyebabnya?

Katanya, ada beberapa hal yang menjadi penyebab, antara lain kelelahan, stres, kurang tidur, gangguan pernafasan, sakit khususnya pada kepala dan pengaruh obat tertentu.

Berdasarkan pengamatan saya dan Becca, beberapa hal yang memicu night terror adalah kelelahan, stres dan kurang tidur. Sementara penyebab lainnya belum kami ketahui karena belum kami periksakan ke dokter.

Penyebab stres pada anak ini terutama kami rasakan waktu pekerjaan kantor yang harus kami kerjakan di rumah sangat padat (kami menjalani tugas dinas dari rumah, work from home), sehingga kami terpaksa membiarkan K menonton televisi melebihi batas waktu yang biasanya kami tentukan. Penyebabnya adalah kami tidak bisa menemaninya.

Sejak itu K berubah menjadi anak yang pendiam, lebih banyak murung dan mudah menangis. Kami menduga K mengalami stres karena harapannya bisa bermain bersama kami tidak bisa kami kabulkan. Mungkin dia pikir, kami berada di rumah karena tidak bekerja dan bisa bermain bersamanya sepanjang waktu.

Sejak itu pula K mulai sering mengalami teror malam. Maka kami pun berusaha kembali mengutamakan K daripada pekerjaan kantor kecuali sangat mendesak.

Kami mulai lebih banyak menghabiskan waktu bersama K. Belajar dan bermain bersama. Becca yang lebih sering menemaninya belajar, seperti menggambar, mengenal huruf, bicara, bernyanyi, dsb. Sementara saya seringkali kebagian tugas menemaninya bermain.

Hal ini mengembalikan keceriaan K. Ia berceloteh lebih sering, tertawa lebih banyak dan mulai sering mengusili kami, terutama ibunya.

Sialnya, K sangat suka bermain yang sifatnya physichal, seperti meloncat, memanjat, berlari, dan aktivitas fisik lainnya daripada permainan lainnya, seperti puzzle, play-doh, boneka atau tebak-tebakan.

Blunder, K malah jadi sering kelelahan yang menjadi alasan lain terjadinya teror malam.

Lalu bagaimana?

Akhirnya saya dan Becca sepakat, bahwa jam menonton televisi lebih dibatasi lagi. Televisi baru menyala saat K makan. Ini solusi agar K bisa duduk tenang saat makan. Kalau tidak ada televisi, K akan makan sambil bergerak kesana-kemari.

Kami juga mengatur permainan yang dilakukan K. Menjelang tidur, baik itu tidur siang maupun malam, K hanya boleh bermain permainan yang tidak melelahkan fisiknya.

Kadang saya harus tegas menolak keinginannya bermain fisik menjelang tidurnya. Itu beberapa kali membuatnya kesal dan marah, tapi saya terpaksa melakukannya.

Belakangan, gangguan tidur yang dialami K tidak separah sebelumnya. Masih beberapa kali terjadi, tapi K lebih cepat tertidur kembali.

Semoga gangguan ini tidak akan lama menghantui tidurnya.

Apakah ada solusi dan tips dari teman-teman sekalian?

Digiprove sealCopyright secured by Digiprove © 2020 Kayika Pushandaka